BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Hakikat
manusia diciptakan oleh Allah SWT adalah semata-mata
untuk ta’abbudiyaitu
penghambaan yang penuh dengan cara beribadah hanya karena Allah SWT.
Beribadah tanpa ilmu tiada guna dan akan sia-sia. Ada tiga komponen
yang saling berkaitan satu sama lain dan sangat urgen untuk dijaga
dan diamalkan oleh seorang hamba. Tiga komponen dasar yang menjadikan
sempurnanya predikat hamba disisi tuhannya. Tiga komponen tersebut
adalah Iman, Islam, dan Ihsan.
Seseorang
dikatakan beriman jikalau mereka meyakini dan membenarkan adanya
Allah ta’ala tuhan yang maha Esa, adanya Malaikat Allah, adanya
Rasul, Kitab-kitab samawi, hari Kiamat serta adanya Qadla’ dan
Qadar. Sedangkan seseorang dikatakan muslim ketika ia melaksanakan
kewajiban dan meninggalkan larangan agama dan dikatakan muhsin ketika
seseorang dapat merasakan manisnya beribadah serta selalu merasa
diawasi oleh Allah SWT, pada ujungnya segala yang
diperbuat lillahita’ala hanya
karena-Nya.
Maka
dari itu, mengingat betapa pentingnya tiga komponen tersebut, makalah
ini dibuat untuk terlebih dahulu mengetahui apa itu iman, islam dan
ihsan, mengetahui rukun-rukun iman dan islam, mengetahui
tingkatan-tingkatan dalam iman maupun islam, serta korelasi
antarketiga komponen tersebut.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
pengertian Iman, Islam, dan Ihsan?
2. Bagaimana
Rukun-rukun Iman dan Islam?
3. Bagaimana
tingkatan-tingkatan dalam Iman dan Islam dan pencapaian muhsin?
4. Bagaimana
Korelasi antara Iman, Islam, dan Ihsan?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Iman, Islam, dan Ihsan
1. Pengertian
Iman
Iman
adalah kepercayaan kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa.Syahadatain (dua
persaksian: bersaksi
bahwa tiada Tuhan yang disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah
Rasulullah)
merupakan suatu pernyataan sebagai kunci dalam memasuki gerbang
Islam. Pernyataan bahwa hanya Allah (Yang Esa) satu-satunya Tuhan
yang wajib disembah, merupakan pokok ajaran yang menjadi misi segala
Nabi yang pernah diutus oleh Allah ke bumi di sepanjang sejarah
kehidupan manusia.
Ar-
Raghib al-Ashfahani (ahli kamus Al-quran) mengatakan, iman didalam
Al-quran terkadang digunakan untuk arti iman yang hanya sebatas
dibibir saja padahal dalam hati dan perbuatannya tidak beriman,
terkadang digunakan untuk arti iman yang hanya terbatas pada
perbuatannya saja, sedang hati dan ucapannya tidak beriman dan ketiga
kata iman terkadang digunakan untuk arti iman yang diyakini dalam
hati, diucapkan dengan lisan, dan di amalkan dalam perbuatan
sehari-hari.[1]
Iman
itu perkataan dan perbuatan, yaitu perkataan hati dan lisan, dan
perbuatan hati, lisan, dan anggota badan. Ia bertambah karena
ketaatan dan berkurang karena maksiat, dan orang yang beriman itu
bertingkat keimanannya.
Firman
Allah
ولكن
الله حبب اليكم الا يمان و زينه في قلوبكم
...
“… tetapi
Allah menjadikanmu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu
indah dalam hatimu…” (al-hujurat: 7)
Perkataan
dan perbuatan adalah makna syahadatain (persaksian tidak ada tuhan
selain Allah dan Muhammad utusan Allah), yang seseorang tidak sah
memeluk agama Islam tanpa dua kalimat syahadat ini. Ia merupakan
amalan hati dengan mengitikadkannya dan amalan lisan dengan
mengucapkannya dengan segala konsekuensi. Allah berfirman,
… وماكان
الله ليضيع ايما نكم
“… dan
Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu…” (al- Baqarah: 143)
Yang
dimaksudkan oleh “imanmu” dalam ayat ini adalah shalat yang
dilaksanakan dengan menghadap ke Baitul Maqdis sebelum diciptakannya
perubahan kiblat.
Di
sini, shalat secara keseluruhan disebut iman, karena shalat
menghimpun perbuatan hati, lisan, dan anggota badan. Nabi Muhammad
SAW juga menjadikan jihad, ibadah lailatul qadar, puasa Ramadhan,
shalat tarawih, dan shalat lima waktu sebagai iman. Ketika beliau
ditanya tentang amalan yang paling utama, beliau menjawab, “Iman
kepada Allah dan rasul-Nya.”
Berikut
ini dalil yang menunjukkan bertambah dan berkurangnya iman
… المؤمنين
ليزدادوا ايمانا مع ايمانهم
“… supaya
keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah
ada)…” (al-Fath: 4)
ىهد
وزدنهم
“… dan
kami tambahkan kepada mereka petunjuk.” (al-Kahfi: 13)
“… adapun
orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya…”
(at-Taubah: 124)[2]
2. Pengertian
Islam
Secara
genetik kata Islam berasal dari Bahasa Arab terambil dari kata
“salima”
yang berarti selamat sentosa. Dari kata itu dibentuk kata “aslama”
yang berarti menyerah, tunduk, patuh, dan taat. Kata “aslama”
menjadi pokok kata Islam. Sebab itu orang yang melakukan “aslama”
atau masuk islam dinamakan Muslim. Selanjutnya dari kata “salima”
juga terbentuk kata “silmun”
dan “salamun”
yang berarti damai. Karenanya seorang yang menyatakan dirinya muslim
adalah harus damai dengan Allah dan dengan sesama manusia.
Penyebutan
orang-orang Barat terhadap Islam sebagai Moehammedanism dan
Moehamadan, bukan saja tidak tepat tetapi salah secara prinsipil
(Nasrudin Razak, 1985: 55). Istilah ini mengandung arti Islam adalah
paham Muhammad atau pemujaan terhadap Muhammad, sebagaimana perkataan
Kristen dan Kekristenan yang mengadung arti pemujaan terhadap
Kristus.[3]
Islam
artinya penyerahan diri kepada Allah, tuhan yang Maha Kuasa, Maha
Perkasa, dan Maha Esa. Penyerahan itu diikuti dengan kepatuhan dan
ketaatan untuk menerima dan melakukan apa saja perintah dan
larangan-Nya. Tunduk pada aturan dan undang-undang yang diturunkan
kepada manusia melalui hamba pilihan-Nya (para rasul). Aturan dan
undang-undang yang dibuat oleh Allah itu dikenal dengan
istilah “Syari’ah”. Kadang-kadang
syari’ah itu disebut juga din (agama). Innaddina
‘indallahi al-islam (sesungguhnya agama di sisi Allah adalah
Islam QS.
3:19), karena memang agama di sisi Allah ialah penyerahan yang
sesunggguhnya kepada Allah. Maka walaupun seseorang mangaku memeluk
agama Islam, kalau tidak menyerah yang sesungguhnya kepada Allah,
tidak mau mematuhi suruhan dan larangannya, belumlah dia Islam.
Dengan
memasuki Islam seseorang akan selamat, damai, dan sentosa dalam
kehidupan yang seimbang lahir dan batin, dunia dan akhirat. Islam
memang mempunyai arti (selamat, damai, dan sentosa), suatu agama yang
diturunkan oleh Allah kepada segenap nabi dan rasul-Nya. Allah jua
menegaskan bahwa siapa saja yang memeluk agama selain Islam tidak
akan diterima (QS. 3:85), karena itu tentulah para nabi membawa dan
memeluk ini, karena Islam memang diperuntukkan bagi segenap manusia.
Ajaran Islam itu, oleh karenanya merata, mengatur manusia dalam
segala seginya, bukan semata mengatur hubungan manusia dengan
Tuhannya, melainkan juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya,
dan manusia dengan lingkungannya (alam semesta).
3. Pengertian
Ihsan
Ihsan,
menurut kamus berasal dari kata: ahsana-yuhsinu-ihsan berarti,
baik, bagus, kebajikan atau saleh. Menurut makna istilah, seperti
dikemukakan dalam hadits nabi di permulaan tulisan ialah: “engkau
menyembah Allag seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak
dapat melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihat engkau.”[4]
B. Rukun-rukun
Iman dan Islam
1. Rukun
Iman
- Iman Kepada Allah
Yakni
beriman kepada rububiyyah Allah Swt, maksudnya : Allah
adalah Tuhan, Pencipta, Pemilik semesta, dan Pengatur segala urusan,
Beriman kepada uluhiyyah Allah Swt, maksudnya: Allah
sajalah tuhan yang berhak di sembah, dan semua sesembahan selain-Nya
adalah batil, iman kepada Nama-Nama dan Sifat-Sifat-Nya maksudnya:
bahwasanya Allah Swt, memiliki nama-nama yang mulia, dan
sifat-sifat-Nya yang sempurna serta agung sesuai yang ada dalam
Al-quran dan Sunnah Rasul-Nya.
- Iman Kepada Malaikat-malaikat Allah
Malaikat
adalah hamba Allah yang mulia, mereka diciptakan oleh Allah untuk
beribadah kepada-Nya, serta tunduk dan patuh menta’ati-Nya, Allah
telah membebankan kepada mereka berbagai tugas, Diantaranya adalah :
Jibril tugasnya menyampaikan wahyu, Mikail mengurusi hujan dan
tumbuh-tumbuhan, Israfil meniup sangsakala di hari kiamat, Izrail
(malaikat maut), Raqib , Atit, mencatat amal perbutan manusia,
Malik menjaga neraka, Ridwan menjaga surga, dan malaikat-malaikat
yang lain yang hanya Allah Swt yang dapat mengetahuinya.
- Iman Kepada Kitab-kitab Allah
Allah
yang Maha Agung dan Mulia telah menurunkan kepada para Rasul-Nya
kitab-kitab, mengandung petunjuk dan kebaikan. Diantaranya: kitab
taurat diturunkan kepada Nabi Musa, Injil diturunkan kepada Nabi Isa,
Zabur diturunkan kepada Nabi Daud, Shuhuf Nabi Ibrahim dan Nabi Musa,
Al-quran diturunkan Allah Swt, kepada Nabi Muhammad Saw. Allah telah
menjamin untuk menjaga dan memeliharanya, karena ia akan menjadi
hujjah atas semua makhluk, sampai hari kiamat.
- Iman Kepada Rasul Allah
Allah
telah mengutus kepada maakhluk-Nya para rasul, rasul pertama adalah
Nuh dan yang terakhir adalah Muhammad Saw, dan semua itu adalah
manusia biasa, tidak memiliki sedikitpun sifat ketuhanan, mereka
adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan dengan kerasulan. Dan Allah
telah mengakhiri semua syari’at dengan syari’at yang diajarkan
oleh Nabi Muhammad Saw,yang diutus untuk seluruh manusia, maka tidak
ada nabi sesudahnya.
- Iman Kepada Hari Akhir
Yaitu
hari kiamat, tidak ada hari lagi setelahnya, ketika Allah
membangkitkan manusia dalam keadaan hidup untuk kekal ditempat yang
penuh kenikmatan atau ditempat siksaan yang amat pedih. Beriman
kepada hari akhir meliputi beriman kepada semua yang akan terjadi
setelah itu, seperti kebangkitan dan hisab, kemudian surga atau
neraka.[5]
- Iman Kepada Qadha’ dan Qadar
Iman
kepada qada dan qadar Allah adalah salah satu sendi akidah Islam.
Dalam pembicaraan sehari-hari disingkat dengan sebutan takdir
(taqdir). Berbicara tentang takdir Allah memang bukan sesuatu yang
mudah. Sebab yang kita bicarakan langsung menyangkut kehendak Tuhan
terhadap makhluk-makhluk-Nya. Beriman kepada qada dan qadar Allah
adalah rukun keenam dari rukun iman. Sebagaimana dalam jawaban
Rasulullah
ketika ditanya oleh Jibril tentang iman, beliau bersabda:
“Engkau
beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, hari akhir,
dan engkau beriman kepada qada-Nya, yang baik maupun yang buruk.”
(HR.Buhkari dan Muslim).
Seperti
yang dinyatakan dalam Al-Qur’an surah An-Naml [27]: 65 yang artinya
“katakanlah tak seorang pun di laangit maupun di bumi yang
mengetahui perkara gaib kecuali Allah.”[6]
2. Rukun
Islam
- Dua Kalimat Syahadat
Dua
kalimat syahadat itu adalah laksana anak kunci yang dengannya manusia
masuk ke dalam alam keselamatan (Islam). Sebagaimana keterangan
Hadits Nabi : “dari Mu’az berkata, aku mendengar Rasulullah
s.a.w. bersabda: barangsiapa yang akhir katanya laa
ilaaha illallaah,
maka dia pasti masuk surga.”
Kalimat
“laa
ilaaha illallah”
tersusun dalam bentuk dimulai dengan peniadaan, yaitu tiada tuhan,
baru kemudian disusul dengan suatu penegasan : “melaikan Allah!”.
Ini berarti bahwa seorang muslim dalam hidupnya harus membersihkan
segala macam tuhan, kepercayaan, keyakinan, aqidah, dan lain-lain
sebagainya lebih dahulu. Yang ada dalam kalbunya hanyalah satu tuhan,
satu kepercayaan, satu keyakinan dan satu aqidah ialah hanya kepada
Zat yang bernama Allah SWT.
- Shalat
Allah
telah mensyari’atkan shalat 5 waktu setiap hari
sebagai hubunganantara seorang muslim dengan Tuhannya. Didalamnya dia
bermunajat dan berdo’a kepada-Nya, disamping agar menjadi
pencegah bagi muslim dari perbuatan keji dan mungkar. Dan Alah telah
menyiapkan bagi yang menunaikannya kebaikan dalam agama dan
kemantapan iman serta ganjaran, baik cepat maupun lambat. Maka
dengan demikian seorang hamba akan mendapatkan ketenangan jiwa dan
kenyamanan raga yang akan membuatnya bahagia di dunia dan akhirat.
Shalat
terdiri dari :
- Shalat wajib (subuh, dzuhur, ashar, magrib, Isya’)
- Shalat sunnah
-
Shalat rawatib
-
Shalat dhuha
-
Shalat tahajjud
-
Shalat witir
-
Shalat gerhana matahari dan shalat gerhana bulan
-
Shalat 2 hari raya
-
Shalat istiharah
-
Shalat tasbih
- Puasa
Puasa
adalah salah satu Rukun Islam yang mulai disyariatkan pada tahun ke
II Hijriah. Kata puasa berasal dari bahasa arab “ الصَّوْمُ ”
yang
berarti menahan (إمساك).
Jadi, puasa menurut bahasa artinya “menahan”. Secara Terminologi,
Puasa Adalah
إمساك
عن مفطر بنية مخصوصة جميع نهار قابل للصوم
من مسلم عاقل طاهر من حيض و نفاس
(menahan
dari sesuatu yang membatalkan puasa dengan niat yang khusus pada
seluruh siang harinya orang yang melakukan puasa yang berakal, dan
suci dari haidl dan nifas).
Jadi,
puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa
mulai terbit fajar sampai terbenam matahari disertai niat dengan
syarat dan rukun yang telah ditentukan. Sesuai firman Allah SWT :
...وَكُلُوْاوَاشْرَبُوْا
حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ
الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ
مِنَ الْفَجْرِ...
(البقرة
:
187)
Artinya
: “makan dan minumlah hingga nyata bagimu benang putih dari benang
hitam yaitu fajar.” (QS. Al-Baqarah : 187)
Adapun
hukum melakukan puasa Ramadlan adalah Wajib/Fardlu ‘Ain,
sesuai firman Allah SWT yang artinya :
“ Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu sekalian berpuasa
sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, supaya
kamu bertaqwa.” (Qs. Al-Baqarah : 183).
Macam-macam
puasa:
- Puasa wajib (Puasa Ramadhan, Puasa Kafarat, dan Puasa Nazar)
- Puasa sunnah
a) Puasa
6 hari pada bulan syawal
b) Puasa
hari asyura
c) Puasa
pada hari arafah
d) Puasa
pada bulan sya’ban
e) Puasa
daud
f) Puasa
senin-kamis
- Puasa makruh
a) Puasa
syak
b) Puasa
pada hari-hari pertengahan bulan sya’ban
- Puasa haram
a) Puasa
pada 2 hari raya
b) Puasa
pada hari tasyrik
c) Puasa
sepanjang masa
d) Puasa
wishal
e) Puasa
khusus hari jum’at
- Zakat
Menurut
bahasa, “zakat” berasal dari kata zakatan-yuzakki-zakkaartinya
tumbuh, suci, atau berkah. Menurut istilah Zakat adalah memberikan
harta dengan kadar tertentu kepada yang berhak sebagai ibadah kepada
Allah SWT. Firman Allah yang memerintahkan kewajiban zakat adalah QS.
An-Nisa ayat 77:
واقيموا
الصلواة واتوا االزكوة
Artinya:
“… dirikanlah shalat dan tunaikan zakat … ” (QS. An-Nisa :77)
Macam-macam
zakat:
1)
Zakat fitrah
2)
Zakat Maal
a) Emas,
perak dan uang
b) Harta
perniagaan
c) Harta
pertanian
d) Hewan
trnak
e) Hasil
tambang
f) Barang
temuan
- Haji
Rukun
Islam yang ke-5 adalah menunaikan ibadah haji. Setiap orang Islam
wajib menunaikan ibadah haji bila mampu, dan dalam seumur hidupnya
hanya dilakukan sekali. Jika seseorang tidak menunaikan ibadah haji
sedangkan ia mamapu, maka ia bukanlah termasuk orang Islam.
Pengertian
haji menurut bahasa dalah القصد artinya
menyengaja. Sedangkan menurut istilah haji adalah mengunjungi makkah
(ka’bah) untuk mengerjakan ibadah yang terdiri dari thawaf, sa’I,
wuquf, dan ibadah-ibadah lain sesuai dengan ketentuan haji, guna
memenuhi perintah Allah dan mengharap keridlaan-Nya. Ibaah haji ini
merupakan bagian dari syari’at bagi umat-umat dahulu, semenjak Nabi
Ibrahim. Allah telah menyuruh Nabi Ibrahim a.s membangun baitul Haram
di amkkah, agar orang-orang thawaf di sekelilingnya dan menyebut nama
Allah ketika thawaf itu.
C. Tingkatan-tingkatan
dalam Iman dan Islam dan pencapaian muhsin
1. Tingkatan
iman
a) tingkatan
iman pertama disebut dengan ilathitsu,
yaitu iman yang dimiliki oleh para malaikat, dimana tingkatan iman
ini tidak pernah berkurang dan tidak pula bertambah
b)
tingkatan iman kedua disebut dengan iman ma’sum yaitu
iman yang dimiliki oleh para Nabi dan Rasul Allah WST. Dimana
tingkatan iman ini tidak pernah berkurang dan selalu bertambah ketika
wahyu datang kepadaNya.
c) Tingkatan
iman ketiga disebut dengan makbul yaitu
iman yang dimiliki oleh muslim dimana iman pada tingkatan ini selalu
bertambah jika mengerjakan amal kebaikan dan akan berkurang jika
melakukan maksiat.
d)
Tingkatan
iman yang keempat disebut iman maohuf yaitu
iamn yang dimiliki oleh ahli bid’ah, yaitu iman yang ditangguhkan
diaman jika berhenti melakukan bid’ah maka iman akan diterima,
diantaranya kaum rafidhoh, atau dukun, sihir, dan sejenisnya.
e) Tingkatan
iman yang kelima disebut dengan iman mardud,
yaitu iman yang ditolak, dimana iman ini yang dimiliki oleh
orang-orang musyrik, murtad, munafik, kafir, dan sejenisnya.[10]
2. Tingatan
islam
- Muslim
Muslim adalah Orang
yang beragama Islam. Menunjukkan orang yang menyerah diri/tunduk
kepada Allah swt. Seorang manusia yang telah menerima dan
mengikrarakan Islam sebagai agamanya dengan mengucapkan kalimah
syahadah. Artinya, orang ini percaya sudah menerima segala
kewajiban-kewajiban dan hak-hak yang telah digariskan oleh Islam.
رَبَّنَا
وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ
ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ
وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا
إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Wahai Tuhan kami!
Jadikanlah kami berdua: Orang-orang Islam (yang berserah diri)
kepadaMu dan jadikanlah daripada keturunan kami: Umat Islam (yang
berserah diri) kepadamu dan tunjukkanlah kepada kami syariat dan
cara-cara ibadat kami dan terimalah taubat kami, sesungguhnya
Engkaulah Maha Penerima taubat, lagi Maha Mengasihani.” [al-Baqarah
: 128].
MUSLIM, (akar
katanya,Islam/salima artinya damai, selamat, sejahtera ) adalah orang
baru menyerahkan diri saja kepada Allah, seperti anak sekolah TK,
walaupun diberi pelajaran masih berbuat yang tidak baik , kita
perhatikan saja anak anak yang sekolah TK, karena belum mengerti
tujuab hidupnya, yah sekedar pengakuan saja. ( Surat : 7 ;172 ; 49
:14 )
- Mukmin
Mukmin adalah orang
Islam yang beriman. Firman Allah swt :
إِنَّ
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan beramal soleh, mereka itulah sebaik-baik
makhluk.” [al-Bayyinah : 7]
Seorang Muslim
tidaklah cukup dengan pengakuan itu saja, tetapi harus diiringi
dengan amal/perbuatan/tindakan yang diperintahkan oleh agamanya.
Dengan melaksanakan hal itu, dia meningkat menjadi seorang Mukmin.
MUKMIN ( akar kata
Iman artinya percaya , Amanah artinya orang dapat diberi kepercayaan
), adalah orang mengatakan keimanan dengan lidah , diyakini dengan
hati dan dikerjakan dengan perbuatan ( mengamalkan rukun Iman 6). In
adalah tingkatan : SD. ( Q. 2 : 3, 4, 5 dan 6 ; Al-Anfal : 2 dan 3 ;
S. 49 : 15 )
- Mukhsin
Muhsin adalah Orang
Mukmin yang mencapai tahap Ihsan sebagai yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah ra. didalam sebuag hadith yang panjang. Seorang Mukmin
haruslah mengerjakan perbuatan kebajikan yang disebut ihsan. Ihsan
itu meliputi segala perbuatan yang baik terhadap diri sendiri maupun
terhadap orang lain. Dari seorang Mukmin meningkat lagi menjadi
seorang Muhsin.
ما
الإحسان قال أن تعبد الله كأنك تراه فإن
لم تكن تراه فإنه يراك
Apa itu Ihsan, Dia
menjawab : Kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihatnya, dan jika
kamu tidak melihatnya, ketahuilah bahawa Dia (Allah) melihat kamu
[Hadith Riwayat Bukhari].
MUKHSIN ( dari
kata , Ikhsan artinya : baik )adalah orang tingkatan Muslim + Mukmin,
artinya orang tersebut tidak beriman saja , tapi sebagaimana Hadits
Nabi SAW, yaitu : “Dia beribadah kepada Allah seakan akan
melihat-Nya, tapi apabila dia tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah
melihat dia.”
Ini adalah tingkatan
: SLTP. ( Q. 3 : 134 ; S. Al- Qoshosh :77 )
- Mukhlis
Seorang Muhsin
mengerjakan ihsan itu semata-mata karena berbakti kepada Tuhan, bukan
karena mengharapkan pujian, sanjungan, pangkat dan lain-lain; akan
tetapi sungguh-sungguh ikhlas, saat itu manusia meningkat menjadi
seorang Mukhlis.
MUKHLISH (dari
Ikhlas ,.. dst ) adalah orang beribadah kepada Allah, hanya
mengaharapkan ridho-Nya, contoh seperti orang besedekah dengan tangan
kanannya, maka tangan kirinyapun tidak. Ilutrasi lainya : Seperti
orang buang air besar , setelah keluar yah.. sudah, tidak pikirkan/
di ingat-ingat, Ah… sayang ,tadi makan adalah yang enak-enak.
Surat: 98:5. Ini adalah tingkatan : SLTA
- Muttaqin
Muttaqin adalah
Orang Mukmin yang bertaqwa. Firman Allah swt :
ذَلِكَ
الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى
لِلْمُتَّقِينَ.
الَّذِينَ
يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ
الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ
يُنْفِقُونَ.
“Kitab Al-Quran
ini, tidak ada sebarang syak padanya (tentang datangnya dari Allah
dan tentang sempurnanya); ia pula menjadi petunjuk bagi orang-orang
yang (hendak) bertakwa; Iaitu orang-orang yang beriman kepada
perkara-perkara yang ghaib dan mendirikan (mengerjakan) sembahyang
serta membelanjakan (mendermakan) sebahagian dari rezeki yang Kami
berikan kepada mereka.” [al-Baqarah : 2-3]
MUTTAQIN ( akar
kata taqwa : takut ), secara istilah adalah : adalah orang
melaksanakan perintah Allah secara sempurna, dan menjauhkan perintah
Allah.Did alam Al-Qur’an banyak sekali ayat ayat yang menjelaskan
sifat orang bertaqwa, antara lain Surat: ( Al-Baqoroh)2 : 2,3,4 , 5,
177, 183 ;(Al-Imron) 3: 133, 134, 135 dan 135 dll..
D. Korelasi
antara Iman, Islam, dan Ihsan
Dimensi-dimensi
Islam berawal dari sebuah hadits yang meriwayatkan oleh Imam Bukhari
dan Imam Muslim yang dimuat dalam masing-masing kitab sahihnya yang
menceritakan dialog antara Nabi Muhammad SAW dengan malaikat Jibril
tentang trilogy ajaran Ilahi:
“Nabi
Muhammad SAW keluar dan (berada di sekitar sahabat) seseorang datang
menghadap beliau dan bertanya: “Haai Rasul Allah, apakah yang
dimaksud dengan iman?” beliau menjawab: “Iman adalah engkau
percaya kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, pertemuan dengan-Nya,
para utusan-Nya, dan percaya kepada kebangkitan.” Laki-laki itu
kemudian bertanya lagi: “apakah yang dimaksud dengan Islam?”
beliau menjawab: “Islam adalah engaku menyembah Allah dan tidak
musyrik kepada-Nya, engkau tegakkan salat wajib, engkau tunaikan
zakat wajib, dan engkau berpuasa pada bulan Ramadhan.” Laki-laki
itu kemudian bertanya lagi: “apakah yang dimaksud dengan ihsan?”
Nabi Muhammad SAW menjawab: “engkau sembah Tuhan seakan-akan engkau
melihat-Nya; apabila engaku tidak melihat-Nya, maka (engkau
berkeyakinan) bahwa Dia melihatmu…”(Buhkari, I, t.th: 23).
Hadits
di atas memberikan ide kepada umat Islam sunni tentang rukun iman
yang enam, rukun Islam yang lima, dan penghayatan terhadap Tuhan Yang
Maha hadir dalam hidup. Sebenarnya, ketiga hal itu hanya dapat
dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Antara yang satu dengan yang
lainnya memiliki keterkaitan.
Setiap
pemeluk agama Islam mengetahui dengan pasti bahwa Islam tidak abash
tanpa iman, dan iman tidak sempurna tanpa ihsan. Sebaliknya, ihsan
adalah mustahil tanpa iman, dan iman juga mustahil tanpa Islam. Dalam
penelitian lebih lanjut, sering terjadi tumpang tindih antara tiga
istilah tersebut: dalam iman terdapat Islam dan ihsan; dalam Islam
terdapat iman dan ihsan, dan dalam ihsan terdapat iman dan Islam.
Dari situlah, Nurcholish Madjid (1994: 463) melihat iman, Islam, dan
ihsan sebagai trilogi ajaran Ilahi.
Ibnu
Taimiah menjelaskan bahwa din itu terdiri dari tiga unsure, yaitu
iman, Islam, dan ihsan. Dalam tiga unsure itu terselip makna
kejenjangan (tingkatan): orang yang memulai dengan Islam, kemudian
berkembang kea rah iman, dan memuncak dalam ihsan.
Rujukan
Ibnu Taimiah dalam mengemukakan pendapatnya adalah surat al-Fathir
[35] ayat 32: “kemudian kitab itu kami wariskan kepada orang-orang
yang kami pilih di antara hamba-hamba kami, lalu di antara mereka ada
yang menganiaya diri mereka sendiri; dan di antara mereka ada yang
pertengahan; dan di antara mereka ada pula yang lebih cepat berbuat
kebaikan dengan izin Allah … ”
Di
dalam al-Qur’an dan terjemahnya yang diterbitkan Departemen Agama
dijelaskan sebagai berikut: pertama, “orang-orang yang menganiaya
dirinya sendiri” (fa minhum zalim li nafsih) adalah orang-orang
yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya; kedua,
“orang-orang pertengahan” (muqtashid) adalah orang-orang yang
antara kebaikan dengan kejelekannya berbanding; dan ketiga,
“orang-orang yang lebih dulu berbuat keaikan” (sabiq bi
al-khairat) adalah orang-orang yang kebaikannya amat banyak dan
jarang melakukan kesalahan.
Dengan
penjelasan yang agak berbeda, Ibnu Taimiah menjelaskan sebagai
berikut: pertama, orang-orang yang menerima warisan kitab suci dengan
mempercayai dan berpegang teguh pada ajaran-ajarannya, namun masih
melakukan perbuatan-perbuatan zaim, adalah orang yang baru ber-islam,
suatu tingkat permulaan dalam kebenaran; kdua, orang yang menerima
warisan kitab suci itu dapat berkembang menjadi seorang mukmin,
tingkat menengah, yaitu orang yang telah sedang-sedang saja; ketiga,
perjalanan mukmin itu (yang telah terbatas dari perbuatan zalim)
berkembang perbuatan kebajikannya sehingga ia menjadi pelomba (sabiq)
perbuatan kebajikannya; maka ia mencapau derajat ihsan. “orang yang
telah mencapai tingkat ihsan,” kata Ibnu Taimiah, “akan masuk
surge tanpa megalami azab.”
Imam
al-Syahrastani dalam kitabnya, al-milal wa al-hilal, menjelaskan
bahwa islam adalah menyerahkan diri secara lahir. Oleh akrena itu,
baik mukmin maupun munafik adalah Muslim. Sedangkan iman adalah
pemebanaran terhadap Allah, para utusan-Nya, kitab-kitab-Nya, hari
kiamat, dan menerima qadla dan qadar. Integrasi antara Islam dan iman
adalah kesempurnaan (al-Kamal). Atas dasar penjelasan itu,
al-Syahrastani juga menunjukkan bahwa islam adala mabda’ (pemula);
iman adalah menengah (wasath); dan ihsan adalah kesempurnaan
(al-kamal).[12]
Islam,
Iman & Ihsan adalah satu kesatuan yg tidak bisa dipisahkan
satu dengan lainnya. Iman adalah keyakinan yang menjadi dasar akidah.
Keyakinan tersebut kemudian diwujudkan melalui pelaksanaan kelima
rukun Islam. Sedangkan pelaksanaan rukun Islam dilakukan dangan cara
ihsan, sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah.
Untuk
mempelajari ketiga pokok ajaran agama tersebut, para ulama
mengelompokkannya lewat 3 cabang ilmu pengetahuan. Rukun Islam berupa
praktek amal lahiriyah disusun dalam ilmu Fiqh, yaitu ilmu mengenai
perbuatan amal lahiriyah manusia sebagai hamba Allah. Iman
dipelajari melalui ilmu Tauhid (teologi) yg menjelaskan tentang
pokok-pokok keyakinan. Sedangkan untuk mempelajari ihsan sebagai tata
cara beribadah adalah bagian dari ilmu Tasawuf.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Iman
yang sebenarnya adalah hakikat yang tersusun dari:
(1)
pemahaman tentang semua perkara yang dibawa oleh Rasulullah dari segi
pengetahuan
(2)
pembenaran terhadap semua itu dalam bentuk akidah
(3)
pengakuan terhadap semua itu dalam bentuk ucapan (yaitu syahadat)
(4)
ketaatan terhadap semua itu dalam bentuk cinta dan ketundukan
(5)
pengamalan terhadap semua itu secara lahir dan batin
Dalam
iman terdapat terdapat 5 tingkatan yaitu tingkatan iman pertama
disebut denganilathitsu, tingkatan
iman kedua disebut dengan iman ma’sum,
Tingkatan iman ketiga disebut dengan makbul,
Tingkatan iman yang keempat disebut iman maohuf,
Tingkatan iman yang kelima disebut dengan iman mardud.
Islam
adalah engkau bersaksi tiada tuhan selain allah dan Muhammad adalah
utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan
Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji ke Baitullah jika telah mampu
menunaikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar