Senin, 24 Oktober 2016

MAKALAH TAUHID

MAKALAH KONSEP PEMIKIRAN KALAM
MU’TAZILAH DAN MURJI’AH

Makalah ini Kami Susun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Tauhid Prodi Pendidikan Matematika Semester I
Dosen Pengampu : Masturiyah, S.Fil.I., M.Hum


Disusun Oleh
Kelompok 8 :
  1. Lia Rahmawati (16600009)
  2. Meliana Fitriyani (16600031)
  3. Sufah Iliya Manazila (16600032)


UNIVERSITAS NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
TAHUN 2016




KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah dengan judul “Konsep Pemikiran Kalam Mu’tazilah dan Murji’ah” ini berisi uraian beserta hasil diskusi kami terkait dengan Mata Kuliah Tauhid Bab Ilmu Kalam. Adapun tujuan pembuatan makalah dengan judul di atas adalah memberikan informasi yang penting bagi pembaca, sehingga menambah wawasan bagi pembaca terutama berkaitan dengan materi Kalam Mu’tazilah dan Murji’ah.
Dalam membuat makalah ini, kami banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Semoga semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih belum sempurna, baik dari segi penulisan maupun isi makalah. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca, guna untuk perbaikan makalah selanjutnya. Sehingga makalah ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca.


Yogyakarta, 30 September 2016


Tim Penyusun






DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I. PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah 1
  2. Rumusan Masalah 2
  3. Tujuan Makalah 2
BAB II. PEMBAHASAN
  1. Konsep Pemikiran Kalam Mu’tazilah 3
  1. Pengertian Mu’tazilah 3
  2. Asal usul Nama Mu’tazilah 3
  3. Suasana Lahirnya Mu’tazilah 4
  4. Ajaran-ajaran Mu’tazilah 4
  5. Filsafat Aliran Mu’tazilah 7
  6. Tokoh-tokoh Mu’tazilah 10
  7. Kemunduran Golongan Mu’tazilah 12
  1. Konsep Pemikiran Kalam Murji’ah 13
BAB III. PENUTUP
  1. Kesimpulan 16
DAFTAR PUSTAKA ..........17


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah
Sebagaimana kita ketahui, banyak sekali firqoh-firqoh yang terjadi dalam agama islam. Dikatakan bahwa persoalan yang pertama kali timbul dalam islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW adalah persoalan politik, bukan persoalan teologi. Namun persoalan politik ini adalah latar belakang dalam pemecahan islam yang berdampak pada agama. Ini adalah titik mula sebuah perjalanan sehingga mengakibatkan munculnya sekte-sekte dalam islam. Hal ini yang mengakibatkan terpecahnya islam menjadi beberapa teologi.
Semua teologi tersebut pada dasarnya baik, karena walaupun berbeda teologinya namun kita masih tetap satu yaitu islam. Prinsip dari teologi-teologi tersebut pada dasarnya sama yaitu betuhankan Allah SWT dan berkitabkan Al-Qur’an dengan mengutamakan Al-Qur’an adalah pedoman hidup umat islam, namun hanya berbeda sedikit mengenai tata cara dalam beribadah kepada Allah SWT. Sebagai warga negara yang berpendidikan dan berpikiran kritis kita harus mempelajari dan dapat menganalisa semua teologi-teologi dalam perkembangan islam. Pada dasarnya membahas dan mempelajari tentang teologi islam adalah pembahasan yang sangat menarik. Dikatakan menarik karena dalam teologi-teologi islam masing-masing mempunyai pemikiran yang penting dalam dunia keislaman dan juga memiliki alasan yang kuat dalam pemikirannya tersebut.
Pada kesempatan ini kami akan membahas mengenai konsep pemikiran kalam mu’tazilah dan murji’ah. Dalam pembahasan ini kita dapat mengetahui apa itu konsep pemikiran kalam mu’taziah dan murtaji’ah. Karena sebagai anggota masyarakat dirasa sangat perlu untuk mempelajari dan memahami syari’at islam secara mendalam, apalagi padalam zaman modern seperti sekarang ini dengan ilmu pengetahuan kemajuan teknik terutama dikalangan pelajar.

  1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah makalah ini sebagai berikut.
  1. Apa itu Konsep Kalam Mu’tazilah ?
  2. Apa itu Konsep Kalam Murji’ah ?

  1. Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut.
  1. Dapat Mengetahui Konsep Pemikiran Kalam Mu’tazilah.
  2. Dapat Mengetahui Konsep Pemikiran Kalam Murji’ah.



















BAB II
PEMBAHASAN

  1. Konsep Pemikiran Kalam Mu’tazilah
  1. Pengertian Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah adalah aliran fikiran islam yang terbesar dan tertua, yang telah memainkan peranan yang hendak mengetahui filsafat islam yang sesungguhnya dan yang berhubungan dengan agama dan sejarah Islam yang menggali dari buku-buku yang dikarang oleh orang-orang Mu’tazilah.

  1. Asal usul Nama Mu’tazilah
Nama Mu’tazilah bukan ciptaan orang-orang Mu’tazilah sendiri, tapi diberikan oleh orang lain. Orang Mu’tazilah sendiri menamakan dirinya sebagai Ahli keadilan dan keesaan (ahlul adli wa at-tauhid). Nama Mu’tazilah diberikan karena :
  1. Orang-orang Mu’tazilah menyalahi pendapat besar ummat, karena mereka mengatakan orang fasik yaitu orang yang melakukan dosa besar, tidak mukmin tidak pula kafir.
  2. Wasil bin Ata’ pendiri aliran Mu’tazilah berbeda pendapat dengan gurunya yaitu Hasan Basri, dalam masalah di atas sehingga ia memisahkan diri dari ajaran gurunya kemudian berdiri sendiri dan memiliki pengikut sendiri yang cukup banyak. Sejak kejadian itu Hasan Basri mengatakan jika Wasil beserta pengikutnya disebut golongan yang memisahkan diri (Mu’tazilah).
  3. Ahmad Amin dalam bukunya “Fajar Islam 1 “ berpendapat bahwa yang awal mulanya yang memberikan nama “Mu’tazilah” adalah orang-orang Yahudi, karena golongan Yahudi Pharisee mirip dengan golongan Mu’tazilah yaitu semua perbuatan bukan Tuhan yang mengadakannya. Namun pendapat itu pada akhirnya kurang tepat karena motif berdirinya golongan Pharisee berlainan dengan berdirinya golongan Mu’tazilah.


  1. Suasana Lahirnya Mu’tazilah
Sejak Islam meluas banyak bangsa yang masuk Islam untuk hidup di bawah naungannya. Namun, tidak semuanya memeluk Islam dengan keikhlasan. Ketidakikhlasan ini terutama dimulai sejak zaman Mu’awiyah, karena mereka telah memonopoli segala kekuasaan pada bangsa Arab sendiri, kemudian hal itu yang menimbulkan kebencian terhadap bangsa Arab dan keinginan menghancurkan Islam dari dalam.
Diantara musuh-musuh Islam dari dalam adalah golongan Rafidlah yaitu golongan Syi’ah ekstrim yang banyak mempunyai unsur-unsur kepercayaan yang jauh sekali dari ajaran Islam seperti kepercayaan Mani dan golongan sceptic yang tersebar luas di Kota Kufah dan Basrah pada waktu itu, serta golongan tasawuf incarnasi. Sejak saat itu muncullah golongan Mu’tazilah yang berkembang pesat sehingga mempunyai metode dan pendapatnya sendiri.
Golongan yang mempengaruhi aliran Mu’tazilah yaitu orang-orang Yahudi dan orang-orang Masehi. Orang-orang Mu’tazilah dengan giatnya mempelajari filsafat-filsafat Yunani untuk mempertahankan pendapat-pendapatnya dan ajaran-ajaran Islam.

  1. Ajaran-ajaran Mu’tazilah
Menurut Al- Bagdady dalam kitabnya “Al-Farqu Bainal Firaqi” aliran Mu’tazilah terpecah menjadi 22 golongan dan dua diantaranya telah dianggap keluar dari Islam. Meskipun terpecah belah, namun mereka masih tergabung dalam kelima pokok-pokok ajaran yaitu :
  1. Tauhid (Pengesaan)
Tauhid adalah dasar Islam pertama dan utama. Sebenarnya Tauhid bukan khusus milik golongan Mu’tazilah, namun karena mereka yang menafsirkan serta mempertahankannya dengan sungguh-sungguh, maka mereka disebut sebagai ahli tauhid.

Al-Asy’ary menyebutkan tafsiran mereka terhadap tauhid yaitu “ Tuhan itu Esa, tidak ada yang menyampainya, bukan benda (jisim), bukan orang (syakhs), bukan jauhar, bukan aradl. Tidak berlaku padanya masa. Tidak mungkin mengambil tempat (ruang), tidak bisa disifati dengan sifat-sifat yang ada pada makhluk yang menunjukkan ketidak-azaliannya. Tidak dibatas, tidak melahirkan dan tidak pula dilahirkan. Tidak dapat dicapai panca indera. Tidak dapat dilihat mata kepala dan tidak bisa digambarkan akal fikiran. Ia Maha Mengetahui, berkuasa dan hidup, tetapi tidak seperti orang yang mengetahui, orang yang berkuasa dan orang yang hidup. Hanya Ia sendiri yang qadim, dan tidak ada lainnya yang qadim. Tidak ada yang menolong-Nya dalam menciptkan apa yang diciptakan-Nya dan tidak membuat makhluk karena contoh yang telah ada terlebih dahulu”.
Golongan Mu’tazilah adalah orang yang mengenal fikiran-fikiran yang tersiar pada masanya dan menggunakan istilah-istilahnya, seperti Syahs, Jauhar, Aradl, Hulul dan Qidam.
  1. Al-Adl (Keadilan)
Dasar keadilan ialah meletakkan pertanggung jawaban manusia atas segala perbuatannya. Golongan Mu’tazilah menafsirkan keadilan tersebut yaitu “Tuhan tidak menghendaki keburukan, tidak menciptkan perbuatan manusia, manusia dapat mengerjakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya, karena qodrat (kekuasaan) yang dijadikan Tuhan pada diri mereka. Ia tidak memerintahkan kecuali apa yang dikehendaki-Nya dan tidak melarang kecuali apa yang dilarang-Nya. Ia hanya menguasai kebaikan-kebaikan apa yang diperintahkan-Nya dan tidak tahu menahu (bebas) dari keburukan-keburukan yang dilarang-Nya”.
Dengan dasar keadilan tersebut mereka menolak pendapat golongan Jabariyyah yang mengatakan bahwa manusia dalam segala perbuatannya tidak mempunyai kebebasan, bahkan menggangap suatu kezaliman menjatuhkan siksa kepadanya.


  1. Wa’ad Wal Wa’id (Janji dan Ancaman)
Prinsip ini merupakan kelanjutan prinsip keadilan yang harus ada pada Tuhan. Golongan Mu’tazilah yakin bahwa janji Tuhan akan memberikan pahala dan ancaman-Nya akan menjatuhkan siksa atau neraka pasti dilaksanakan, karena Tuhan sudah menjanjikan demikian yaitu“ Siapa yang berbuat baik akan dibalas dengan kebaikan dan siapa yang berbuat jahat akan dibalas dengan kejahatan pula”.
Tidak ada pengampunan terhadap dosa besar tanpa taubat sebagaimana tidak mungkin orang yang berbuat baik dihalang-halangi menerima pahala. Pendapat golongan Mu’tazilah tersebut bertolak belakang dengan pendapat golongan Murji’ah sebagaimana ketaatan tidak akan berguna disamping kekafiran. Kalau pendapat ini dibenarkan, maka ancaman Tuhan tidak ada artinya, karena suatu yang mustahil.
  1. Al-Manzilah Baima Al- Manzilatain (Tempat diantara dua tempat)
Prinsip ini sangat penting karena Wasil bin Ata’ memisahkan diri dari Hasan Basri. Wasil memutuskan bahwa orang yang berbuat dosa besar selain syirik, tidak mu’min tidak pula kafir, tetapi fasik. Jadi kefasikan adalah suatu hal yang berdiri sendiri antara iman dan kafir. Tingkatan orang fasik dibawah orang mu’min dan diatas orang kafir. Jalan tengah ini diambilnya dari :
  1. Ayat-ayat Qur’an dan Hadis-hadis yang menganjurkan kita mengambil jalan tengah dalam segala sesuatu.
  2. Fikiran-fikiran Aristhoteles yang mengatakan bahwa keutamaan ialah jalan tengah antar dua jalan yang berlebihan.
  3. Plato yang mengatakan bahwa ada suatu tempat diantara baik dan buruk.
Golongan Mu’tazilah memperdalam jalan tengah sehingga dijadikannya suatu prinsip rationalis-ethis philosophis yaitu pengambilan jalan tengah antar dua ujungnya yang berkelebihan.


Golongan Mu’tazilah membagi ma’siat kepada dua bagian yaitu besar dan kecil. Ma’siat besar dibagi menjadi dua yaitu :
  1. Orang yang merusak dasar agama yaitu syirik (menyekutukan Tuhan) dan orang yang mengerjakannya menjadi kafir.
  2. Orang yang merusak dasar agama, mengerjakannya bukan lagi orang mu’min, karena ia melanggar agama, juga tidak menjadi kafir, karena ia masih mengucapkan syahadat, sehingga ia menjadi orang fasik.
  1. Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Prinsip ini lebih banyak berhubungan dengan taklif dan lapangan fiqih daripada lapangan kepercayaan atau tauhid. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang memuat prinsip ini, Q. S Ali-Imran ayat 104 dan Luqman ayat 17. Prinsip ini harus dijalankan oleh setiap orang Islam untuk penyiaran agama dan memberi petunjuk kepada orang-orang yang sesat. Sejarah menunjukkan betapa hebatnya golongan Mu’tazilah mempertahankan Islam terhadap kesesatan-keseatan yang tersebar luas pada permulaan masa Abbasy, yang hendak menghancurkan kebenaran-kebenaran Islam, bahkan tidak segan-segannya menggunakan kekerasan dalam melaksanakan prinsip tersebut, meskipun terhadap golongan-golongan Islam sendiri, sebagaimana yang pernah dialami golongan ahli Hadist dalam masalah Al-Qur’an. Menurut orang Mu’tazilah orang yang menyalahi pendirian dianggap sesat dan harus dibenarkan.

  1. Filsafat Aliran Mu’tazilah
Kelima prinsip di atas merupakan dasar utama yang harus dipegangi oleh setiap orang yyang mengaku dirinya sebagai orang Mu’tazilah dan sudah menjadi kesepakatan mereka semua. Akan tetapi, mereka berselisih pendapat tentang soal kecil lainnya, yaitu ketika memperdalam pembahasan kelima prinsip tersebut dan menganalisanya yang didasarkan atas fikiran-fikiran filsafat Yunani.

Oleh karena itu, tidak terdapat kesatuan aliran yang disebut aliran Mu’tazilah, tetapi yang ada ialah macam-macam aliran yang timbul dan berkembang di sekitar orang-orang tertentu, sebagaimana halnya dengan macam-macam aliran filsafat seperti Stoi, Epicurus, Pytagoras dan semua itu dinamakan filsafat Yunani.

Golongan – golongan Mu’tazilah yang terkenal yaitu :
  1. Aliran Huzail : pengikut Abul-Huzail al-Allaf (135 H − 235 H atau 751 –
849 M)
  1. Aliran Nazzam : pengikut Ibrahim Annazzam (160 H − 231 H atau 775 –
876 M)
  1. Aliran Jahis : pengikut Al-Jahiz (159 H – 256 H atau 775 – 872 M)
  2. Aliran Jubba’i : pengikut Al-Jubba’i (235 H – 303 H atau 849 – 917 M)

Penting bagi kita bahwa mengemukakan fikiran-fikiran filosofis mereka yang menjadi dasar kepercayaannya dan memperkuatnya. Fikiran-fikiran ini penting karena golongan Mu’tazilah benar-benar merupakan ahli fikir Islam pertama yang telah berusaha membentuk suatu sistim filsafat yang lengkap, meliputi Ketuhanan, physica, ilmu jiwa ethika dan politik.
  1. Politik
Mereka tidak segan-segan mengkritik sahabat Nabi dan para Tablin, memuji atau mencelanya, membenarkan atau menyalahkannya. Mereka sebagai manusia tentu ada segi-segi kebaikannya dan segi-segi keburukannya bahkan diantara mereka ada yang berbuat ma’siat. Tentang keharusan adanya Imamah (pimpinan Negara Islam) pendapat golongan Mu’tazilah yaitu untuk melaksanakan dan memelihara ketertiban hukum diantara kaum Muslimin dan mengirimkan pengajar agama ke pelosok dunia.




  1. Filsafat Physica
  1. Materi Alam (Maddah)
Filsafat golongan Mu’tazilah dalam soal physica didasarkan atas dua prinsip utama, yaitu keesaan dan keadilan Tuhan. Mereka mempercayai bahwa alam ini dijadikan Tuhan dan bahwa Tuhan selalu ada dan lebih dahulu adanya daripada makhluk-makhluk yang dijadikan-Nya. Golongan Mu’tazilah mempunyai tafsiran khusus terhadap kata tiada. Mereka membagi “tiada” kepada dua bagian :
  1. Tiada (adam) yang mungkin yaitu sebelum menjadi wujud yang nyata. Ia adalah sesuatu (zat, ain, hakikat).
  2. Tiada yang tidak mungkin, yang tidak bisa menjadi wujud yang nyata, karena ia tiidak ada sama sekali.
Ada argumentasi tentang wujudnya “”tiada”’ sebagai sesuatu :
  1. Pengetahuan (Ilmu) harus didasarkan atas sesuatu yang diketahui.
  2. Ilmu Tuhan adalah qadim.

  1. Bagian-bagian Alam
Menurut Aristoteles benda terdiri dari dua bagian, yaitu materi dan bentuk. Menurut orang-orang Mu’tazilah, benda terdiri dari bagian-bagian kecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi (jauhar fard atau atom).
Golongan Mu’tazilah lama tidak memberikan argumentasi adanya atom dan pembicaraan sekitar atom dianggap sebagai cabang pembicaraaan tentang kekuasaan Tuhan. Namun setelah An-Nazzam mengingkari adanya atom, baru mereka mengemukakan alasan-alasannya, baik yang bercorak akal-pikiran semata atau bercorak agama.
Argumentasi tersebut ada 4 yaitu :
  1. Kalau tidak ada atom tentulah orang yang berjalan pada jarak tertentu menempuh sesuatu yang tidak ada habis-habisnya.
  2. Kalau bagian benda tidak ada batasnya, tentulah bagian butir benih sama dengan bagian gunung.

  1. Kalau Tuhan menyusun bagian-bagian benda, apakah dapat memisahkan bagian tersebut sehingga penyusunan bagian itu tidak bisa dibagi lagi.
  2. Ilmu Tuhan meliputi segala sesuatu. Oleh karena itu, bagian benda itu terbatas.
  1. Gerak
Menciptakan atau menjadikan adalah perbuatan Tuhan. Golongan Mu’tazilah tidak mengakui adanya “gerak” pada sesuatu yang masih tiada, karena gerakan akan terjadi pada suatu wujud yang memerlukan ruang dan waktu. Gerak adalah aradl, maka gerak tidak akan selamanya karena semua gerak akan menjadi diam. Illat yang pertama bagi semua makhluk adalah Tuhan, sedangkan Illat yang lain dikatakan sebagai illat yang kedua. Illat menurut An-Nazzam dibagi menjadi 3, yaitu :
  1. Illat mendahului sesuatu (ma’lul) seperti kehendak ataau kemauan yang menjadi illat adanya alam.
  2. Illat yang bersama-sama wujudnya dengan ma’lul seperti gerak kaki menjadi illat gerakan kita.
  3. Illat yang datangnya sesudah ma’lul yaitu yang dinamakan Illat tujuan (ghaiyyah).

  1. Tokoh-tokoh Mu’tazilah
  1. Wasil bin Ata’ Al-Ghazzal (80-131 H atau 699 M)
Ia adalah pendiri aliran Mu’tazilah dan yang membagi lima ajaran dan ajaran itu kemudian menjadi dasar semua golongan Mu’tazilah.
  1. Abu Al Huzail Al-Allaf (135-226 H atau 753-840 M)
Ia menjadi pemimpin aliran Mu’tazilah Basrah. Ia mempelajari buku-buku Yunani, sehingga Aliran Mu’tazilah mengalami kepesatan.
Adapun pendapat-pendapatnya sebagai berikut.
  1. Aradl bukan hanya pada benda tetapi terletak juga bukan pada benda seperti waktu. Aradl ada yang abadi dan ada yang tidak abadi (hancur).
  2. Menetapkan Atom

  1. Gerak dan Diam
  2. Hakekat manusia
  3. Gerak penghuni surga dan neraka
  4. Qadar
  5. Khabar
  1. Ibrahim biin Sayyari / An- Nazzam (wafat 231 H atau 845 M)
Ia adalah murid Abul-Huzail al-Allaf, orang terkemuka lancar bicara, banyak mendalami filsafat dan banyak karangannya. Beberapa pendapatnya berlainan dengan orang-orang Mu’tazilah lainnya, adapun pendapatnya sebagai berikut.
  1. Benda (jisim) : semua yang bergerak disebut jisim termasuk warna, bau.
  2. Tidak mengakui adanya atom
  3. Teori lompatann (thafrah)
  4. Tidak ada diam (inrest)
  5. Hakekat manusia
  6. Berkumpulnya kontrakdiksi dalam suatu tempat
  7. Teori sembunyi (kumun)
  8. Berita yang benar
  9. I’jaz Qur’an (daya pelemah)
  1. Mu’anmar bin ‘Abbad As-Sulmay (wafat 220 H / 835 M)
Banyak terpengaruh oleh filosoof-filosof, terutama tentang sifat-sifat Tuhan.
  1. Bisyr bin Al-Mu’amir (wafat 226 H / 840 M)
Pendapatnya adalah siapa yang taubat dari sesuatu dosa besar kemudian mengerjakan dosa besar lagi, ia akan menerima siksa yang pertama juga, sebab taubatnya dapat diterima dengan syarat tidak mengulangi lagi, dengan kata lain dosanya akan berlipat ganda.
  1. Jahiz, Amr bin Bhar (wafat 255 H / 808 M).
Ia terkenal karena karya tulisnya dan beliau gemar membaca terutama buku filsafat tentang alam.

  1. Kemunduran Golongan Mu’tazilah
Setelah beberapa puluh tahun lamanya golongan ini mencapai kepesatan dan kemegahan, akhirnya golongan ini juga mengalami kemunduran yang disebabkan oleh perbuatan mereka sendiri. Mereka hendak membela atau memperjuangkan kebebasan berfikir, namun mereka sendiri memusuhi orang-orang yang tidak mengikuti pendapat mereka.
Puncak tindakan mereka adalah ketika Al-Ma’mun menjadi khalifah dimana mereka dapat memaksakan pendapat dan keyakinan mereka pada golongan yang lain dengan menggunakan kekuasaan Al-Ma’mun, yang mengakibatkan timbulnya peristiwa yang memecah kaum Muslimin menjadi dua blok, yaitu blok yang menuju kekuatan akal-fikiran dan menundukkan agama kepada ketentuan-Nya dan blok lain yaang berpegang teguh kepada bunyi Al-Qur’an dan Hadist semata dan menganggap tiap-tiap yang baru sebagai bid’ah dan kafir.
Persengketaan itu dapat dibatasi dengan adanya tindakan Al-Mutawakil lawan golongan Mu’tazilah untuk mengembalikan kekuasaan golongan yang mempercayai keazalian Al-Qur’an. Sejak saat itu golongan Mu’tazilah mengalami tekanan berat. Kitab-kitab mereka dibakar dan kekuatannya dicerai-beraikan sehingga kemudian tidak lagi ada aliran Mu’tazilah sebagai suatu golongan, terutama sesudah Al-Asy’ary dapat mengalahkan mereka dalam bidang pemikiran.
Namun, mundurnya golongan Mu’tazilah sebagai golongan yang teratur tidak menghalang-halangi lahirnya simpatisan dan pengikut yang setia untuk menyiarkan ajaran-ajarannya. Pada akhir abad ke-3 H muncullah Al-Khayyat. Pada permulaan abad ke-4 muncullah Abu Bakar al-Ikhsyidy. Ulama Mu’tazilah yang baru dan terkenal adalah Azzamakhsyary.





  1. Konsep Pemikiran Kalam Murji’ah
Sejak terjadinya ketegangan politik di akhir pemerintahan Utsman bin Affan, ada sejumlah sahabat nabi yang tidak mau ikut campur dalam perselisihan politik. Ketika selanjuntnya terjadi salah menyalahkan antara pihak pendukung Ali dengan pihak penuntut bela kematian Utsman bin Affan , maka mereka bersikap menunda putusan tentang siapa yang bersalah. Mereka itu adalah golongan “Murji’ah”.
Murji’ah diambil dari kata irja atau arja’a yang bermakna penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Oleh karena itu, Kaum Murji’ah merupakan kaum yang menangguhkan keputusan tentang perselisihan –perselisihan yang terjadi dikalangan umat islam sampai dihadapan Tuhan nanti. Kaum murji’ah berpendapat bahwa mukmin yang melakukan dosa besar tersebut masih tetap mukmin, yaitu mukmin yang berdosa tidak berubah menjadi kafir. kemudian mereka akan masuk ke dalam neraka atau surga itu keputusannya ditunda sampai ada putusan akhir dari Allah. Disamping itu, khusus bagi para pelaku dosa besar, mereka juga berharap agar mereka mau bertaubat, dan berharap pula agar taubatnya diterima di sisi Allah SWT. Karena penundaan semua putusan terhadap Allah, serta senantiasa berharap Allah akan mengampuni dosa-dosa para pelaku dosa besar tersebut, maka mereka ini kemudian popular disebut sebagai golongan atau aliran “murji’ah ” (orang yang mendapat putusan para pelaku dosa besar sampai ada ketetapan dari Alllah, sambil berharap bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka itu).
Pendirian Murji’ah diatas sangat moderat, sehingga menjadi pendirian umat islam pada umumnya tentang mukmin yang berbuat dosa besar. Mereka sendiri disebut sbagai penganut aliran Murji’ah moderat. Aliran ini lahir pada permulaan abad pertama Hijriyah. Pemimpin-pemimpin mereka diantaranya adalah :
  1. Hasan bin Bilal Al Muzni
  2. Abu Salat As Samman
  3. Tsauban
  4. Dhihar bin Umar
Pada akhir abad pertama dan awal abad kedua Hijriyah, muncul orang-orang murji’ah ekstrim yang sangat meremehkan peran amal perbuatan. Mereka selanjutnya berpendapat bahwa siapa saja yangmeyakini keesaan Allah dan ke-Rasulan Muhammad SAW, adalah orang beriman walaupun selalu melakukan perbuatan buruk. Bahkan seseorang tidak boleh dikatakan kafir kendati sering melakukan ibadah didalam gereja, karena keimanan itu ada dalam hati, dan hanya diketahui oleh Allah. Tokoh-tokoh aliran murji’ah ekstrim ini adalah:
  1. Jaham bin Shafwan
  2. Abu Hasan al-Shalih
  3. Muqatil bin Sulaiman
  4. Yunus al-Samiri
Kaum murji’ah ekstrim banyak memperoleh kecaman dari para ulama saat itu, dan tidak memperoleh pengikut, serta akhirnya lenyap. Sedangkan murji’ah moderat kemudian menjadi pengikut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Pemikiran yang paling menonjol dari aliran Murji’ah yaitu bahwa pelaku dosa besar tidak dikategori sebagai orang kafir, karena mereka masih memiliki keimanan dan keyakinan dalam hati bahwa Tuhan mereka adalah Allah, Rasul-nya adalah Muhammad, serta Al-Qur’an sebagai kitab ajarannya, serta meyakini rukun-rukun iman lainnya.
Faham mereka diantaranya adalah :
  1. Iman itu cukup mengenal Tuhan dan Rasul saja.
  2. Iman itu tempatnya di hati. Perbuatan-perbuatan lahir tidak menjadi bagian daripadanya. Karena itu perbuatan maksiat orang mu’min tidak akan memberi bekas dan amalan baik orang kafir tidak ada gunanya.
  3. Mereka lebih mementingkan kewajiban-kewajiban sesama manusia daripada kewaijban-kewajiban terhadap agama.
  4. Orang mu’min yang berbuat dosa besar dan tidak bertaubat sampai matinya, kita belum dapat menentukan hukumnya sekarang. Urusannya disrahkan kepada Allah dihari kiamat nanti.


Doktrin teologi teologi Murji’ah, Montgomery Watt (1990:181) merincinya sebagai berikut :
  1. Penangguhan keputusan tentang Ali dan Mu’awiyah hingga Allah memutuskannya di akhirat kelak.
  2. Penangguhan Ali untuk menduduki rangkit keempat dalam peringkat khulafaurrasyidin.
  3. Pemberian harapan terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Masih berkaitan dengan doktrin Murji’ah, Harun Nasution (1986:22-23) menyebutkan empat ajaran pokoknya yaitu :
  1. Menunda hukuman atas Ali dan Mu’awiyah kemudian menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
  2. Meyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
  3. Meletakkan pentingnya iman daripada amal.
  4. Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dari Allah.
Dari doktrin-doktrin tersebut terlihat bahwa golongan Murji’ah tidak ingin menghakimi status seseorang, baik yang terlibat dalam tahkim maupun yang telah melakukan dosa besar. Bagi mereka, semua itu diserahkan kepada Allah. Disamping itu, bagi Murji’ah orang yang telah melakukan dosa besar tidak secara otomatis menjadi kafir atau keluar dari islam, tetapi masih terbuka peluang untuk mendapatkan ampunan dari Allah dengan cara melakukan taubat.










BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan
Berdasarkan Bab Pembahasan di atas dapat kami simpulkan bahwa golongan Mu’tazilah adalah aliran fikiran islam yang terbesar dan tertua, yang telah memainkan peranan yang hendak mengetahui filsafat islam yang sesungguhnya dan yang berhubungan dengan agama dan sejarah Islam yang menggali dari buku-buku yang dikarang oleh orang-orang Mu’tazilah. Sedangakan golongan Murji’ah diartikan sebagai orang yang menunda atau menangguhkan penjelasan kedudukan orang yang bersengketa, yakni Ali dan Mu’awiyah serta pasukannnya masing-masing hingga hari kiamat kelak.















DAFTAR PUSTAKA

Team Guru PAI MA. Akidah Akhlak XI / MA / Semester Ganjil. Akik Pusaka.
Hanafi, A. 1974. Theologi islam (Ilmu Kalam). Jakarta : Bulan Bintang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar