MAKALAH
KONSEP PEMIKIRAN KALAM
MU’TAZILAH
DAN MURJI’AH
Makalah
ini Kami Susun untuk Memenuhi Tugas
Dosen
Pengampu : Masturiyah, S.Fil.I., M.Hum
Disusun
Oleh
Kelompok
8 :
- Lia Rahmawati (16600009)
- Meliana Fitriyani (16600031)
- Sufah Iliya Manazila (16600032)
UNIVERSITAS
NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
TAHUN
2016
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,
hidayah, serta inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik.
Makalah
dengan judul “Konsep Pemikiran Kalam Mu’tazilah dan Murji’ah”
ini berisi uraian beserta hasil diskusi kami terkait dengan Mata
Kuliah Tauhid Bab Ilmu Kalam. Adapun tujuan pembuatan makalah dengan
judul di atas adalah memberikan informasi yang penting bagi pembaca,
sehingga menambah wawasan bagi pembaca terutama berkaitan dengan
materi Kalam Mu’tazilah dan Murji’ah.
Dalam
membuat makalah ini, kami banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak
yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Semoga semua pihak
yang telah membantu penyusunan makalah ini mendapatkan pahala yang
berlipat ganda dari Allah SWT.
Kami
menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih belum sempurna,
baik
dari segi penulisan maupun isi makalah.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca, guna untuk perbaikan makalah selanjutnya. Sehingga
makalah ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 30
September 2016
Tim
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN
SAMPUL i
KATA
PENGANTAR ii
DAFTAR
ISI iii
BAB
I. PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah 1
- Rumusan Masalah 2
- Tujuan Makalah 2
BAB
II. PEMBAHASAN
- Konsep Pemikiran Kalam Mu’tazilah 3
- Asal usul Nama Mu’tazilah 3
- Suasana Lahirnya Mu’tazilah 4
- Ajaran-ajaran Mu’tazilah 4
- Filsafat Aliran Mu’tazilah 7
- Tokoh-tokoh Mu’tazilah 10
- Kemunduran Golongan Mu’tazilah 12
- Konsep Pemikiran Kalam Murji’ah 13
BAB
III. PENUTUP
- Kesimpulan 16
DAFTAR
PUSTAKA ..........17
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Sebagaimana
kita ketahui, banyak sekali firqoh-firqoh yang terjadi dalam agama
islam. Dikatakan bahwa persoalan yang pertama kali timbul dalam islam
setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW adalah persoalan politik, bukan
persoalan teologi. Namun persoalan politik ini adalah latar belakang
dalam pemecahan islam yang berdampak pada agama. Ini adalah titik
mula sebuah perjalanan sehingga mengakibatkan munculnya sekte-sekte
dalam islam. Hal ini yang mengakibatkan terpecahnya islam menjadi
beberapa teologi.
Semua
teologi tersebut pada dasarnya baik, karena walaupun berbeda
teologinya namun kita masih tetap satu yaitu islam. Prinsip dari
teologi-teologi tersebut pada dasarnya sama yaitu betuhankan Allah
SWT dan berkitabkan Al-Qur’an dengan mengutamakan Al-Qur’an
adalah pedoman hidup umat islam, namun hanya berbeda sedikit mengenai
tata cara dalam beribadah kepada Allah SWT. Sebagai warga negara
yang berpendidikan dan berpikiran kritis kita harus mempelajari dan
dapat menganalisa semua teologi-teologi dalam perkembangan islam.
Pada dasarnya membahas dan mempelajari tentang teologi islam adalah
pembahasan yang sangat menarik. Dikatakan menarik karena dalam
teologi-teologi islam masing-masing mempunyai pemikiran yang penting
dalam dunia keislaman dan juga memiliki alasan yang kuat dalam
pemikirannya tersebut.
Pada
kesempatan ini kami akan membahas mengenai konsep pemikiran kalam
mu’tazilah dan murji’ah. Dalam pembahasan ini kita dapat
mengetahui apa itu konsep pemikiran kalam mu’taziah dan murtaji’ah.
Karena sebagai anggota masyarakat dirasa sangat perlu untuk
mempelajari dan memahami syari’at islam secara mendalam, apalagi
padalam zaman modern seperti sekarang ini dengan ilmu pengetahuan
kemajuan teknik terutama dikalangan pelajar.
- Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, adapun rumusan masalah makalah ini sebagai berikut.
- Apa itu Konsep Kalam Mu’tazilah ?
- Apa itu Konsep Kalam Murji’ah ?
- Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan
masalah di atas, adapun tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut.
- Dapat Mengetahui Konsep Pemikiran Kalam Mu’tazilah.
- Dapat Mengetahui Konsep Pemikiran Kalam Murji’ah.
BAB
II
PEMBAHASAN
- Konsep Pemikiran Kalam Mu’tazilah
- Pengertian Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah
adalah aliran fikiran islam yang terbesar dan tertua, yang telah
memainkan peranan yang hendak mengetahui filsafat islam yang
sesungguhnya dan yang berhubungan dengan agama dan sejarah Islam yang
menggali dari buku-buku yang dikarang oleh orang-orang Mu’tazilah.
- Asal usul Nama Mu’tazilah
Nama Mu’tazilah
bukan ciptaan orang-orang Mu’tazilah sendiri, tapi diberikan oleh
orang lain. Orang Mu’tazilah sendiri menamakan dirinya sebagai Ahli
keadilan dan keesaan (ahlul adli wa at-tauhid). Nama Mu’tazilah
diberikan karena :
- Orang-orang Mu’tazilah menyalahi pendapat besar ummat, karena mereka mengatakan orang fasik yaitu orang yang melakukan dosa besar, tidak mukmin tidak pula kafir.
- Wasil bin Ata’ pendiri aliran Mu’tazilah berbeda pendapat dengan gurunya yaitu Hasan Basri, dalam masalah di atas sehingga ia memisahkan diri dari ajaran gurunya kemudian berdiri sendiri dan memiliki pengikut sendiri yang cukup banyak. Sejak kejadian itu Hasan Basri mengatakan jika Wasil beserta pengikutnya disebut golongan yang memisahkan diri (Mu’tazilah).
- Ahmad Amin dalam bukunya “Fajar Islam 1 “ berpendapat bahwa yang awal mulanya yang memberikan nama “Mu’tazilah” adalah orang-orang Yahudi, karena golongan Yahudi Pharisee mirip dengan golongan Mu’tazilah yaitu semua perbuatan bukan Tuhan yang mengadakannya. Namun pendapat itu pada akhirnya kurang tepat karena motif berdirinya golongan Pharisee berlainan dengan berdirinya golongan Mu’tazilah.
- Suasana Lahirnya Mu’tazilah
Sejak Islam meluas
banyak bangsa yang masuk Islam untuk hidup di bawah naungannya.
Namun, tidak semuanya memeluk Islam dengan keikhlasan.
Ketidakikhlasan ini terutama dimulai sejak zaman Mu’awiyah, karena
mereka telah memonopoli segala kekuasaan pada bangsa Arab sendiri,
kemudian hal itu yang menimbulkan kebencian terhadap bangsa Arab dan
keinginan menghancurkan Islam dari dalam.
Diantara musuh-musuh
Islam dari dalam adalah golongan Rafidlah yaitu golongan Syi’ah
ekstrim yang banyak mempunyai unsur-unsur kepercayaan yang jauh
sekali dari ajaran Islam seperti kepercayaan Mani dan golongan
sceptic yang tersebar luas di Kota Kufah dan Basrah pada waktu itu,
serta golongan tasawuf incarnasi. Sejak saat itu muncullah golongan
Mu’tazilah yang berkembang pesat sehingga mempunyai metode dan
pendapatnya sendiri.
Golongan yang
mempengaruhi aliran Mu’tazilah yaitu orang-orang Yahudi dan
orang-orang Masehi. Orang-orang Mu’tazilah dengan giatnya
mempelajari filsafat-filsafat Yunani untuk mempertahankan
pendapat-pendapatnya dan ajaran-ajaran Islam.
- Ajaran-ajaran Mu’tazilah
Menurut Al- Bagdady
dalam kitabnya “Al-Farqu Bainal Firaqi” aliran Mu’tazilah
terpecah menjadi 22 golongan dan dua diantaranya telah dianggap
keluar dari Islam. Meskipun terpecah belah, namun mereka masih
tergabung dalam kelima pokok-pokok ajaran yaitu :
- Tauhid (Pengesaan)
Tauhid adalah dasar
Islam pertama dan utama. Sebenarnya Tauhid bukan khusus milik
golongan Mu’tazilah, namun karena mereka yang menafsirkan serta
mempertahankannya dengan sungguh-sungguh, maka mereka disebut sebagai
ahli tauhid.
Al-Asy’ary
menyebutkan tafsiran mereka terhadap tauhid yaitu “ Tuhan itu Esa,
tidak ada yang menyampainya, bukan benda (jisim), bukan orang
(syakhs), bukan jauhar, bukan aradl. Tidak berlaku padanya masa.
Tidak mungkin mengambil tempat (ruang), tidak bisa disifati dengan
sifat-sifat yang ada pada makhluk yang menunjukkan
ketidak-azaliannya. Tidak dibatas, tidak melahirkan dan tidak pula
dilahirkan. Tidak dapat dicapai panca indera. Tidak dapat dilihat
mata kepala dan tidak bisa digambarkan akal fikiran. Ia Maha
Mengetahui, berkuasa dan hidup, tetapi tidak seperti orang yang
mengetahui, orang yang berkuasa dan orang yang hidup. Hanya Ia
sendiri yang qadim, dan tidak ada lainnya yang qadim. Tidak ada yang
menolong-Nya dalam menciptkan apa yang diciptakan-Nya dan tidak
membuat makhluk karena contoh yang telah ada terlebih dahulu”.
Golongan Mu’tazilah
adalah orang yang mengenal fikiran-fikiran yang tersiar pada masanya
dan menggunakan istilah-istilahnya, seperti Syahs, Jauhar, Aradl,
Hulul dan Qidam.
- Al-Adl (Keadilan)
Dasar keadilan ialah
meletakkan pertanggung jawaban manusia atas segala perbuatannya.
Golongan Mu’tazilah menafsirkan keadilan tersebut yaitu “Tuhan
tidak menghendaki keburukan, tidak menciptkan perbuatan manusia,
manusia dapat mengerjakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan
larangan-larangan-Nya, karena qodrat (kekuasaan) yang dijadikan Tuhan
pada diri mereka. Ia tidak memerintahkan kecuali apa yang
dikehendaki-Nya dan tidak melarang kecuali apa yang dilarang-Nya. Ia
hanya menguasai kebaikan-kebaikan apa yang diperintahkan-Nya dan
tidak tahu menahu (bebas) dari keburukan-keburukan yang
dilarang-Nya”.
Dengan dasar
keadilan tersebut mereka menolak pendapat golongan Jabariyyah yang
mengatakan bahwa manusia dalam segala perbuatannya tidak mempunyai
kebebasan, bahkan menggangap suatu kezaliman menjatuhkan siksa
kepadanya.
- Wa’ad Wal Wa’id (Janji dan Ancaman)
Prinsip ini
merupakan kelanjutan prinsip keadilan yang harus ada pada Tuhan.
Golongan Mu’tazilah yakin bahwa janji Tuhan akan memberikan pahala
dan ancaman-Nya akan menjatuhkan siksa atau neraka pasti
dilaksanakan, karena Tuhan sudah menjanjikan demikian yaitu“ Siapa
yang berbuat baik akan dibalas dengan kebaikan dan siapa yang berbuat
jahat akan dibalas dengan kejahatan pula”.
Tidak ada
pengampunan terhadap dosa besar tanpa taubat sebagaimana tidak
mungkin orang yang berbuat baik dihalang-halangi menerima pahala.
Pendapat golongan Mu’tazilah tersebut bertolak belakang dengan
pendapat golongan Murji’ah sebagaimana ketaatan tidak akan berguna
disamping kekafiran. Kalau pendapat ini dibenarkan, maka ancaman
Tuhan tidak ada artinya, karena suatu yang mustahil.
- Al-Manzilah Baima Al- Manzilatain (Tempat diantara dua tempat)
Prinsip ini sangat
penting karena Wasil bin Ata’ memisahkan diri dari Hasan Basri.
Wasil memutuskan bahwa orang yang berbuat dosa besar selain syirik,
tidak mu’min tidak pula kafir, tetapi fasik. Jadi kefasikan adalah
suatu hal yang berdiri sendiri antara iman dan kafir. Tingkatan orang
fasik dibawah orang mu’min dan diatas orang kafir. Jalan tengah ini
diambilnya dari :
- Ayat-ayat Qur’an dan Hadis-hadis yang menganjurkan kita mengambil jalan tengah dalam segala sesuatu.
- Fikiran-fikiran Aristhoteles yang mengatakan bahwa keutamaan ialah jalan tengah antar dua jalan yang berlebihan.
- Plato yang mengatakan bahwa ada suatu tempat diantara baik dan buruk.
Golongan Mu’tazilah
memperdalam jalan tengah sehingga dijadikannya suatu prinsip
rationalis-ethis philosophis yaitu pengambilan jalan tengah antar dua
ujungnya yang berkelebihan.
Golongan Mu’tazilah
membagi ma’siat kepada dua bagian yaitu besar dan kecil. Ma’siat
besar dibagi menjadi dua yaitu :
- Orang yang merusak dasar agama yaitu syirik (menyekutukan Tuhan) dan orang yang mengerjakannya menjadi kafir.
- Orang yang merusak dasar agama, mengerjakannya bukan lagi orang mu’min, karena ia melanggar agama, juga tidak menjadi kafir, karena ia masih mengucapkan syahadat, sehingga ia menjadi orang fasik.
- Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Prinsip ini lebih
banyak berhubungan dengan taklif dan lapangan fiqih daripada lapangan
kepercayaan atau tauhid. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang memuat
prinsip ini, Q. S Ali-Imran ayat 104 dan Luqman ayat 17. Prinsip ini
harus dijalankan oleh setiap orang Islam untuk penyiaran agama dan
memberi petunjuk kepada orang-orang yang sesat. Sejarah menunjukkan
betapa hebatnya golongan Mu’tazilah mempertahankan Islam terhadap
kesesatan-keseatan yang tersebar luas pada permulaan masa Abbasy,
yang hendak menghancurkan kebenaran-kebenaran Islam, bahkan tidak
segan-segannya menggunakan kekerasan dalam melaksanakan prinsip
tersebut, meskipun terhadap golongan-golongan Islam sendiri,
sebagaimana yang pernah dialami golongan ahli Hadist dalam masalah
Al-Qur’an. Menurut orang Mu’tazilah orang yang menyalahi
pendirian dianggap sesat dan harus dibenarkan.
- Filsafat Aliran Mu’tazilah
Kelima prinsip di
atas merupakan dasar utama yang harus dipegangi oleh setiap orang
yyang mengaku dirinya sebagai orang Mu’tazilah dan sudah menjadi
kesepakatan mereka semua. Akan tetapi, mereka berselisih pendapat
tentang soal kecil lainnya, yaitu ketika memperdalam pembahasan
kelima prinsip tersebut dan menganalisanya yang didasarkan atas
fikiran-fikiran filsafat Yunani.
Oleh karena itu,
tidak terdapat kesatuan aliran yang disebut aliran Mu’tazilah,
tetapi yang ada ialah macam-macam aliran yang timbul dan berkembang
di sekitar orang-orang tertentu, sebagaimana halnya dengan
macam-macam aliran filsafat seperti Stoi, Epicurus, Pytagoras dan
semua itu dinamakan filsafat Yunani.
Golongan
– golongan Mu’tazilah yang terkenal yaitu :
- Aliran Huzail : pengikut Abul-Huzail al-Allaf (135 H − 235 H atau 751 –
849 M)
- Aliran Nazzam : pengikut Ibrahim Annazzam (160 H − 231 H atau 775 –
876 M)
- Aliran Jahis : pengikut Al-Jahiz (159 H – 256 H atau 775 – 872 M)
- Aliran Jubba’i : pengikut Al-Jubba’i (235 H – 303 H atau 849 – 917 M)
Penting bagi kita
bahwa mengemukakan fikiran-fikiran filosofis mereka yang menjadi
dasar kepercayaannya dan memperkuatnya. Fikiran-fikiran ini penting
karena golongan Mu’tazilah benar-benar merupakan ahli fikir Islam
pertama yang telah berusaha membentuk suatu sistim filsafat yang
lengkap, meliputi Ketuhanan, physica, ilmu jiwa ethika dan politik.
- Politik
Mereka tidak
segan-segan mengkritik sahabat Nabi dan para Tablin, memuji atau
mencelanya, membenarkan atau menyalahkannya. Mereka sebagai manusia
tentu ada segi-segi kebaikannya dan segi-segi keburukannya bahkan
diantara mereka ada yang berbuat ma’siat. Tentang keharusan adanya
Imamah (pimpinan Negara Islam) pendapat golongan Mu’tazilah yaitu
untuk melaksanakan dan memelihara ketertiban hukum diantara kaum
Muslimin dan mengirimkan pengajar agama ke pelosok dunia.
- Filsafat Physica
- Materi Alam (Maddah)
Filsafat golongan
Mu’tazilah dalam soal physica didasarkan atas dua prinsip utama,
yaitu keesaan dan keadilan Tuhan. Mereka mempercayai bahwa alam ini
dijadikan Tuhan dan bahwa Tuhan selalu ada dan lebih dahulu adanya
daripada makhluk-makhluk yang dijadikan-Nya. Golongan Mu’tazilah
mempunyai tafsiran khusus terhadap kata tiada. Mereka membagi “tiada”
kepada dua bagian :
- Tiada (adam) yang mungkin yaitu sebelum menjadi wujud yang nyata. Ia adalah sesuatu (zat, ain, hakikat).
- Tiada yang tidak mungkin, yang tidak bisa menjadi wujud yang nyata, karena ia tiidak ada sama sekali.
Ada
argumentasi tentang wujudnya “”tiada”’ sebagai sesuatu :
- Pengetahuan (Ilmu) harus didasarkan atas sesuatu yang diketahui.
- Ilmu Tuhan adalah qadim.
- Bagian-bagian Alam
Menurut Aristoteles
benda terdiri dari dua bagian, yaitu materi dan bentuk. Menurut
orang-orang Mu’tazilah, benda terdiri dari bagian-bagian kecil yang
tidak dapat dibagi-bagi lagi (jauhar fard atau atom).
Golongan Mu’tazilah
lama tidak memberikan argumentasi adanya atom dan pembicaraan sekitar
atom dianggap sebagai cabang pembicaraaan tentang kekuasaan Tuhan.
Namun setelah An-Nazzam mengingkari adanya atom, baru mereka
mengemukakan alasan-alasannya, baik yang bercorak akal-pikiran semata
atau bercorak agama.
Argumentasi
tersebut ada 4 yaitu :
- Kalau tidak ada atom tentulah orang yang berjalan pada jarak tertentu menempuh sesuatu yang tidak ada habis-habisnya.
- Kalau bagian benda tidak ada batasnya, tentulah bagian butir benih sama dengan bagian gunung.
- Kalau Tuhan menyusun bagian-bagian benda, apakah dapat memisahkan bagian tersebut sehingga penyusunan bagian itu tidak bisa dibagi lagi.
- Ilmu Tuhan meliputi segala sesuatu. Oleh karena itu, bagian benda itu terbatas.
- Gerak
Menciptakan atau
menjadikan adalah perbuatan Tuhan. Golongan Mu’tazilah tidak
mengakui adanya “gerak” pada sesuatu yang masih tiada, karena
gerakan akan terjadi pada suatu wujud yang memerlukan ruang dan
waktu. Gerak adalah aradl, maka gerak tidak akan selamanya karena
semua gerak akan menjadi diam. Illat yang pertama bagi semua
makhluk adalah Tuhan, sedangkan Illat yang lain dikatakan sebagai
illat yang kedua. Illat menurut An-Nazzam dibagi menjadi 3, yaitu :
- Illat mendahului sesuatu (ma’lul) seperti kehendak ataau kemauan yang menjadi illat adanya alam.
- Illat yang bersama-sama wujudnya dengan ma’lul seperti gerak kaki menjadi illat gerakan kita.
- Illat yang datangnya sesudah ma’lul yaitu yang dinamakan Illat tujuan (ghaiyyah).
- Tokoh-tokoh Mu’tazilah
- Wasil bin Ata’ Al-Ghazzal (80-131 H atau 699 M)
Ia adalah pendiri
aliran Mu’tazilah dan yang membagi lima ajaran dan ajaran itu
kemudian menjadi dasar semua golongan Mu’tazilah.
- Abu Al Huzail Al-Allaf (135-226 H atau 753-840 M)
Ia menjadi pemimpin
aliran Mu’tazilah Basrah. Ia mempelajari buku-buku Yunani,
sehingga Aliran Mu’tazilah mengalami kepesatan.
Adapun
pendapat-pendapatnya sebagai berikut.
- Aradl bukan hanya pada benda tetapi terletak juga bukan pada benda seperti waktu. Aradl ada yang abadi dan ada yang tidak abadi (hancur).
- Menetapkan Atom
- Gerak dan Diam
- Hakekat manusia
- Gerak penghuni surga dan neraka
- Qadar
- Khabar
- Ibrahim biin Sayyari / An- Nazzam (wafat 231 H atau 845 M)
Ia adalah murid
Abul-Huzail al-Allaf, orang terkemuka lancar bicara, banyak
mendalami filsafat dan banyak karangannya. Beberapa pendapatnya
berlainan dengan orang-orang Mu’tazilah lainnya, adapun pendapatnya
sebagai berikut.
- Benda (jisim) : semua yang bergerak disebut jisim termasuk warna, bau.
- Tidak mengakui adanya atom
- Teori lompatann (thafrah)
- Tidak ada diam (inrest)
- Hakekat manusia
- Berkumpulnya kontrakdiksi dalam suatu tempat
- Teori sembunyi (kumun)
- Berita yang benar
- I’jaz Qur’an (daya pelemah)
- Mu’anmar bin ‘Abbad As-Sulmay (wafat 220 H / 835 M)
Banyak terpengaruh
oleh filosoof-filosof, terutama tentang sifat-sifat Tuhan.
- Bisyr bin Al-Mu’amir (wafat 226 H / 840 M)
Pendapatnya adalah
siapa yang taubat dari sesuatu dosa besar kemudian mengerjakan dosa
besar lagi, ia akan menerima siksa yang pertama juga, sebab taubatnya
dapat diterima dengan syarat tidak mengulangi lagi, dengan kata lain
dosanya akan berlipat ganda.
- Jahiz, Amr bin Bhar (wafat 255 H / 808 M).
Ia terkenal karena
karya tulisnya dan beliau gemar membaca terutama buku filsafat
tentang alam.
- Kemunduran Golongan Mu’tazilah
Setelah beberapa
puluh tahun lamanya golongan ini mencapai kepesatan dan kemegahan,
akhirnya golongan ini juga mengalami kemunduran yang disebabkan oleh
perbuatan mereka sendiri. Mereka hendak membela atau memperjuangkan
kebebasan berfikir, namun mereka sendiri memusuhi orang-orang yang
tidak mengikuti pendapat mereka.
Puncak tindakan
mereka adalah ketika Al-Ma’mun menjadi khalifah dimana mereka dapat
memaksakan pendapat dan keyakinan mereka pada golongan yang lain
dengan menggunakan kekuasaan Al-Ma’mun, yang mengakibatkan
timbulnya peristiwa yang memecah kaum Muslimin menjadi dua blok,
yaitu blok yang menuju kekuatan akal-fikiran dan menundukkan agama
kepada ketentuan-Nya dan blok lain yaang berpegang teguh kepada bunyi
Al-Qur’an dan Hadist semata dan menganggap tiap-tiap yang baru
sebagai bid’ah dan kafir.
Persengketaan itu
dapat dibatasi dengan adanya tindakan Al-Mutawakil lawan golongan
Mu’tazilah untuk mengembalikan kekuasaan golongan yang mempercayai
keazalian Al-Qur’an. Sejak saat itu golongan Mu’tazilah
mengalami tekanan berat. Kitab-kitab mereka dibakar dan kekuatannya
dicerai-beraikan sehingga kemudian tidak lagi ada aliran Mu’tazilah
sebagai suatu golongan, terutama sesudah Al-Asy’ary dapat
mengalahkan mereka dalam bidang pemikiran.
Namun, mundurnya
golongan Mu’tazilah sebagai golongan yang teratur tidak
menghalang-halangi lahirnya simpatisan dan pengikut yang setia untuk
menyiarkan ajaran-ajarannya. Pada akhir abad ke-3 H muncullah
Al-Khayyat. Pada permulaan abad ke-4 muncullah Abu Bakar al-Ikhsyidy.
Ulama Mu’tazilah yang baru dan terkenal adalah Azzamakhsyary.
- Konsep Pemikiran Kalam Murji’ah
Sejak
terjadinya ketegangan politik di akhir pemerintahan Utsman bin Affan,
ada sejumlah sahabat nabi yang tidak mau ikut campur dalam
perselisihan politik. Ketika selanjuntnya terjadi salah menyalahkan
antara pihak pendukung Ali dengan pihak penuntut bela kematian Utsman
bin Affan , maka mereka bersikap menunda putusan tentang siapa yang
bersalah. Mereka itu adalah golongan “Murji’ah”.
Murji’ah
diambil dari kata irja atau arja’a yang bermakna penundaan,
penangguhan, dan pengharapan. Oleh karena itu, Kaum Murji’ah
merupakan kaum yang menangguhkan keputusan tentang perselisihan
–perselisihan yang terjadi dikalangan umat islam sampai dihadapan
Tuhan nanti. Kaum murji’ah berpendapat bahwa mukmin yang melakukan
dosa besar tersebut masih tetap mukmin, yaitu mukmin yang berdosa
tidak berubah menjadi kafir. kemudian mereka akan masuk ke dalam
neraka atau surga itu keputusannya ditunda sampai ada putusan akhir
dari Allah. Disamping itu, khusus bagi para pelaku dosa besar, mereka
juga berharap agar mereka mau bertaubat, dan berharap pula agar
taubatnya diterima di sisi Allah SWT. Karena penundaan semua putusan
terhadap Allah, serta senantiasa berharap Allah akan mengampuni
dosa-dosa para pelaku dosa besar tersebut, maka mereka ini kemudian
popular disebut sebagai golongan atau aliran “murji’ah ”
(orang yang mendapat putusan para pelaku dosa besar sampai ada
ketetapan dari Alllah, sambil berharap bahwa Allah akan mengampuni
dosa-dosa mereka itu).
Pendirian
Murji’ah diatas sangat moderat, sehingga menjadi pendirian umat
islam pada umumnya tentang mukmin yang berbuat dosa besar. Mereka
sendiri disebut sbagai penganut aliran Murji’ah moderat. Aliran ini
lahir pada permulaan abad pertama Hijriyah. Pemimpin-pemimpin mereka
diantaranya adalah :
- Hasan bin Bilal Al Muzni
- Abu Salat As Samman
- Tsauban
- Dhihar bin Umar
Pada
akhir abad pertama dan awal abad kedua Hijriyah, muncul orang-orang
murji’ah ekstrim yang sangat meremehkan peran amal perbuatan.
Mereka selanjutnya berpendapat bahwa siapa saja yangmeyakini keesaan
Allah dan ke-Rasulan Muhammad SAW, adalah orang beriman walaupun
selalu melakukan perbuatan buruk. Bahkan seseorang tidak boleh
dikatakan kafir kendati sering melakukan ibadah didalam gereja,
karena keimanan itu ada dalam hati, dan hanya diketahui oleh Allah.
Tokoh-tokoh aliran murji’ah ekstrim ini adalah:
- Jaham bin Shafwan
- Abu Hasan al-Shalih
- Muqatil bin Sulaiman
- Yunus al-Samiri
Kaum
murji’ah ekstrim banyak memperoleh kecaman dari para ulama saat
itu, dan tidak memperoleh pengikut, serta akhirnya lenyap. Sedangkan
murji’ah moderat kemudian menjadi pengikut Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah.
Pemikiran
yang paling menonjol dari aliran Murji’ah yaitu bahwa pelaku dosa
besar tidak dikategori sebagai orang kafir, karena mereka masih
memiliki keimanan dan keyakinan dalam hati bahwa Tuhan mereka adalah
Allah, Rasul-nya adalah Muhammad, serta Al-Qur’an sebagai kitab
ajarannya, serta meyakini rukun-rukun iman lainnya.
Faham
mereka diantaranya adalah :
- Iman itu cukup mengenal Tuhan dan Rasul saja.
- Iman itu tempatnya di hati. Perbuatan-perbuatan lahir tidak menjadi bagian daripadanya. Karena itu perbuatan maksiat orang mu’min tidak akan memberi bekas dan amalan baik orang kafir tidak ada gunanya.
- Mereka lebih mementingkan kewajiban-kewajiban sesama manusia daripada kewaijban-kewajiban terhadap agama.
- Orang mu’min yang berbuat dosa besar dan tidak bertaubat sampai matinya, kita belum dapat menentukan hukumnya sekarang. Urusannya disrahkan kepada Allah dihari kiamat nanti.
Doktrin teologi
teologi Murji’ah, Montgomery Watt (1990:181) merincinya sebagai
berikut :
- Penangguhan keputusan tentang Ali dan Mu’awiyah hingga Allah memutuskannya di akhirat kelak.
- Penangguhan Ali untuk menduduki rangkit keempat dalam peringkat khulafaurrasyidin.
- Pemberian harapan terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Masih berkaitan
dengan doktrin Murji’ah, Harun Nasution (1986:22-23) menyebutkan
empat ajaran pokoknya yaitu :
- Menunda hukuman atas Ali dan Mu’awiyah kemudian menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
- Meyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
- Meletakkan pentingnya iman daripada amal.
- Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dari Allah.
Dari doktrin-doktrin
tersebut terlihat bahwa golongan Murji’ah tidak ingin menghakimi
status seseorang, baik yang terlibat dalam tahkim maupun yang telah
melakukan dosa besar. Bagi mereka, semua itu diserahkan kepada Allah.
Disamping itu, bagi Murji’ah orang yang telah melakukan dosa besar
tidak secara otomatis menjadi kafir atau keluar dari islam, tetapi
masih terbuka peluang untuk mendapatkan ampunan dari Allah dengan
cara melakukan taubat.
BAB
III
PENUTUP
- Kesimpulan
Berdasarkan
Bab Pembahasan di atas dapat kami simpulkan bahwa golongan Mu’tazilah
adalah aliran fikiran islam yang terbesar dan tertua, yang telah
memainkan peranan yang hendak mengetahui filsafat islam yang
sesungguhnya dan yang berhubungan dengan agama dan sejarah Islam yang
menggali dari buku-buku yang dikarang oleh orang-orang Mu’tazilah.
Sedangakan golongan Murji’ah diartikan sebagai orang yang menunda
atau menangguhkan penjelasan kedudukan orang yang bersengketa, yakni
Ali dan Mu’awiyah serta pasukannnya masing-masing hingga hari
kiamat kelak.
DAFTAR
PUSTAKA
Team
Guru PAI MA. Akidah
Akhlak XI / MA / Semester Ganjil.
Akik Pusaka.
Hanafi,
A. 1974. Theologi
islam (Ilmu Kalam).
Jakarta : Bulan Bintang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar